Metode Perkawinan Cross Breed, In Breed dan Line Breed
Artikel ini ditulis oleh Steven Van Breemen yang dituangkan dalam buku berjudul "Mini Course The Art of Breeding". Metode ini ia pakai dalam beternak merpati pos tapi metode ini juga sangat baik jika dipakai untuk beternak ayam. Tujuan metode ini adalah membangun suatu populasi yang ada dalam kandang dengan ciri-ciri genetika yang kurang lebih sama (homogen). Misal, kita punya 50 ayam di kandang, maka semuanya mempunyai ciri kualitas karakter yang relatif sama (tentu tidak 100 % sama, tapi kalaupun berbeda tidak terlalu jauh). Dari kesamaan karakter ini, kita akan mampu memunculkan hasil ternak yang selalu stabil mutunya. Artinya, kita bisa mendapatkan stok super breeder unggulan yang pada akhirnya mampu memunculkan super fight.
Berikut penerapannya di lapangan :
Tahapan ternak berdasar teori ini :
1. Cross breed I -----> 2. inbreed -----> 3. line breed -----> 4. cross breed II
1. Perkawinan Cross breed I
Sebelum mulai ternak, kita harus tahu dulu, tentang seperti apa typical karakter ayam terbaik yang kita inginkan. Ayam juara belum tentu sempurna. Maka hasil ternakkan kita harus jauh lebih bagus dari sekedar juara.
Untuk cross breed I, carilah pasangan indukan sesuai dengan kriteria kita. Sebaiknya memakai ayam juara. Ayam juara banyak ragam typikal kerjanya. Misalkan ingin punya ayam dengan pukul keras, maka carilah ayam juara yg tipikal kerjanya pukul keras. Kemudian cari juga pasangan betinanya yg keturunan ayam pukul keras. Hasil dari cross breed 1 ini diharapkan muncul ayam-ayam dengan karakter pukul keras secara merata pada anakannya.
Cross breed 1 ini dianggap tahap yg paling penting untuk pondasi tahapan breeding berikutnya. Hasil anakan 75% harus rata karakternya. Ini untuk menghindari resiko besar pada tahapan breeding selanjutnya (inbreed), dan menghindari set back yg bisa membuang waktu percuma.
2. Perkawinan Inbreed
Tujuan inbreed adalah mencetak breeder (parental stock) yg menyatukan sifat-sifat positif yang dimiliki agar lebih kuat daya turun ke anaknya (dominan). Hasil inilah yg disebut 'investasi', modal dasar dan aset ternakan kita yg sangat berharga. Anakan hasil inbreed, biasanya tidak memiliki ‘vitalitas’. Yaitu rentan terhadap penyakit, dan fisik/staminanya loyo. Ini tidak menjadi masalah, karena tujuan utamanya adalah untuk parental stock, bukan untuk dijadikan fighter. Syukur kalo ternyata hasilnya bisa jadi petarung. Pada akhirnya, kurangnya vitalitas ini dapat diperbaiki melalui tahapan berikutnya.
3. Perkawinan Line breed
Setelah dapat 'modal' dari inbreed, diperkuat lagi dengan line breed. Bila dipasangkan (misalnya) dengan paman yang punya pukul keras, hasilnya sudah bisa dipastikan ayam dengan karakter pukul sempurna yang sangat dominan. Mungkin inilah yang dimaksud oleh Steven sebagai 'super breed'. Yaitu ayam yang memiliki daya turun breeding yang kuat terhadap anak-anaknya.
4. Perkawinan Cross breed 2
Super breed ini boleh dicoba untuk disilang dengan ayam dari trah lain (cross breed ke 2). Tujuannya untuk menambah daya vitalitas dan menyempurnakan karakter. Kalau di cross dengan ayam lain yg pukul keras, hasilnya pasti ayam dgn pukulan sempurna. Kalau di cross dgn ayam yg sifatnya agak berbeda, teknik bagus misalnya maka pukul kerasnya tidak akan hilang. Justru kita berharap ayam dengan typikal pukul keras dan teknik bagus. Inilah yang dimaksud Mr. Steven sebagai ‘Super fighter’.
Beberapa prinsip yg harus dipahami :
1. Tujuan utama teori population genetics adalah untuk melestarikan karakter/sifat-sifat unggul dari indukan (untuk mudahnya kita pake saja istilah "geno-type") , bukan mempertahankan ciri-ciri fisik (feno-type). Dengan kata lain, tujuan teori ini adalah menciptakan ‘super ‘breeder’.
2. Inbreeding pada prinsipnya adalah upaya menggabungkan sifat-sifat/ karakter 2 individu yang berbeda, baik karakter yang positif maupun negatif. (Ingat, tidak ada ayam yg sempurna). Oleh karenanya rumus inbreeding adalah "the best vs the best". Mr. Breemen memakai istilah super breeder vs super breeder. Yang kedua, super breeder harus mempunyai karakteristik yg dapat mendukung kualitas ayam yg ingin dihasilkan dari ternak kita. Misalnya kalau kita menginginkan hasil ternakan kita berteknik bagus, maka cari indukan yg teknik bagus. Kalau sekarang belum memiliki atau belum mampu memiliki indukan yg "ideal", menurut saya tidak perlu khawatir karena kualitas indukan dapat diperbaiki melalui cross-breeding.
Mungkin ada yg bertanya, kalau kita sudah punya "super breeder" kenapa tidak itu saja diternak dan nggak perlu repot-repot pake teori population genetics??
jawab : Kalau tujuan kita ternak hanya jangka pendek memang teori population genetics tidak perlu, tapi seperti dijelaskan sebelumnya, tujuan kita adalah jangka panjang. Perlu diingat bahwa super breeder yang kita punya suatu saat akan mati, mandul, atau sakit. Kalau ini terjadi maka kita kehilangan modal. Itu sebabnya banyak peternak besar yang gagal mempertahankan standard kualitasnya dan terus menurun. Dan banyak ayam-ayam juara yang terputus generasinya.
3. Cross-breeding yang pertama adalah pada saat awal memulai ternak dimana indukan berasal dari dua darah (strain) yang berbeda sedangkan cross-breeding yang kedua dilakukan dengan dua tujuan, yaitu apabila kita ingin memproduksi petarung dan untuk memperbaiki kualitas darah yang sudah ada (menambahkan elemen baru atau "additive characteristics" yang sudah ada).
4. Aplikasi teori population genetics menuntut adanya sistem seleksi yg ekstra ketat. Beberapa waktu yg lalu ada pendapat yang mengatakan untuk bisa memakai sistem inbreeding, maka kita harus menjadi ahli "membunuh". Istilah ini sebenarnya hanya untuk memberikan tekanan bahwa anakan yg akan melanjutkan generasi indukan harus diseleksi secara ketat. Pilihlah anak betina yg mirip bapaknya dan anak jantan yang mirip ibunya. Yang perlu dipahami, pengertian "mirip" disini bukan mirip secara fisik, tapi yang lebih penting adalah karakternya (tetapi kalau secara fisik juga mirip ya tidak apa-apa). Di sini lagi-lagi diperlukan "feeling" dan keahlian dalam melakukan seleksi. Agar kita bisa melakukan seleksi, misalnya untuk mengambil 1 pasang pada setiap generasi kita tetaskan 3 X, lalu dari situ dilakukan seleksi untuk menentukan 1 pasang yang akan melanjutkan karakter moyangnya (ancestors). Semakin banyak pilihan yang akan diseleksi, akan semakin bagus.
5. Hasil inbreeding selalu ditandai dengan ciri-ciri kehilangan vitalitas (ayam hasil inbreeding menunjukkan gejala penurunan vitalitas). Prof. Anker bahkan menegaskan bahwa semakin besar hilangnya vitalitas pada ayam hasil in-breeding berarti effek dari inbreeding itu lebih bagus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar